Selasa, 02 Maret 2021
Menurut Ahmad Ifham Sholihin dalam Buku Pintar Ekonomi Syariah (2010), secara istilah baitul mal berarti suatu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Pengertian itu didasarkan pada uraian Abdul Qadim Zallum (1983) dalam Al- Amwal fi Dawlah al-Khilafah.
Selain itu, Ifham Sholihin juga memberikan dua pengertian lain. Pertama, ia mengartikannya seba gai lembaga negara yang mengelola penerimaan dan pengeluaran negara yang bersumber dari zakat, kharaj(cukai atas tanah pertanian), jizyah(pajak yang dibebankan pada penduduk non-Muslim yang tinggal di negara Islam), ghanimah (rampasan perang), kaffarat(denda), wakaf, dan lain-lain yang ditasyarufkan untuk kepentingan umat. Kedua, baitul mal diartikan sebagai rumah harta, yang pada zaman Rasulullah SAW berfungsi sebagai perbendaharaan negara.
Dulu, baitul mal adalah departemen yang berurusan dengan pendapatan dan segala hal keekonomian negara. Pada masa Nabi Muhammad SAW, tidak ada baitul mal atau harta publik yang bersifat permanen, karena semua pendapatan yang diperoleh negara didistribusikan secara langsung. Tidak ada penggajian, tidak ada pengeluaran negara, dan baitul mal dalam tataran publik belum dirasa perlu.
Pun pada masa kekhalifahan Abu Bakar, pelembagaan baitul mal masih belum dirasa perlu. Sang khalifah menjadikan rumahnya sendiri untuk menyimpan uang atau harta kas negara, yang disimpannya dalam karung atau kantong. Namun, karena pendistribusian harta dilakukan secara langsung seperti pada masa Rasulullah, karung tersebut lebih sering kosong.
Dari situlah konsep awal baitul mal terbangun, yang menitik beratkan prinsip kesetaraan dan keadilan, serta kemaslahatan umat. Baitul mal baru berwujud fisik (tempat) pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Pada masa kini, dikenal istilah baitul mal wat tamwil yang disingkat BMT. Ifham Sholihin mendefinisikannya sebagai lembaga keuangan non pemerintah yang berfungsi menerima dan menyalurkan dana umat. Dari situ muncul satu perbedaan mendasar mengenai konsep penerapan baitul mal, yakni keterlibatan negara dalam pengelolaannya. Pada masa khilafah, baitul mal merupakan sebuah lembaga pemerintah yang mengelola keuangan negara.
Sementara pada zaman modern, ia merupakan lembaga swasta yang tidak saja berfungsi sebagai penerima dan penyalur harta (mal) bagi yang berhak, tetapi juga mengupayakan pengembangan dari harta itu sendiri (tamwil), yang dilandasi prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Kamis, 21 Januari 2021
Lalu apa hubungan dari keduanya ?
Masjid tempat ibadah, BMT lembaga keuangan, dimana hubungannya, mesjid memiliki dana yang biasanya dana itu seputar dana ZIS, dana ini biasanya dikelola secara tradisional dan konvensional, sering saat sholat jumat kita mendengarkan laporan keuangan , minggu lalu sekian juta pemasukan minggu ini sekian juta, sehingga saldo ada sekian juta, begitu seterusnya, lalu pertanyaannya bagaimana dengan kas sekian juta ini, mohon maaf kadang juga tidak dijelaskan disimpan dimana, cuman dijelaskan ada di tangan bendahara.
Baca : Manajemen Pemberdayaan ummat berbasis masjid
Bagaimana kalau dana masjid itu dikelola secara profesional, caranya yang mengelola dana itu adalah bmt ( lembaga keuangan syariah ) yang ada dalam lingkungan masjid, DKM masjid tidak pernah memgang uang kas masjid seluruh pemasukan dan pengeluaran dilakukan melalui BMT, DKM hanya approval aja sebagai pemilik rekening di BMT.
Gambaran strukturnya kira2 begini :
Bagian ini mengurusi masjid sebagai bangunan fisik, bagaimana agar mesjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan ummat cukup nyaman, aman dan bersih, bagian ini mengurus kebersihan mesjid, perawatan mesjid, listrik air dan sebagainya.
PEMBERDAYAAN UMMAT
Pada bagian ini tidak semata BMT, disini adalah bagian dari masjid namun yang mengurusi keduniaan,kalau ubudiyah tadi mengurusi akhirat, dalam bagian ini ada beberapa bagian pokok yaitu :
KSPS ( Koperasi Simpan Pinjam Syariah ) atau biasa disebut BMT
Tugas pertama dari BMT adalah sebagai bagian keuangan masjid, dengan cara masjid memiliki beberapa rekening di BMT sesuai fungsinya, semua pemasukan masjid apapun bentuknya dicatat, dibukukan dan ditangani oleh BMT, misalnya ada pemasukan dari ZIS, kotak amal dan sebagainya langsung dibukukan oleh BMT, setiap pengeluaran apapun bentuknya juga dikeluarkan dari BMT, tentunya dengan approval dari ketua DKM atau yang berwenang, dimasjid tidak ada uang, dengan model begini maka pengurus masjid jadi ringan tugasnya, tidak ada urusan administrasi disini, terutama administrasi keuangan, dan keunagan masjid jadi sangat transparan, karena dibukukan secara sistimatis dan dismpan di tempat yang jelas ( kas atau bank apa ).
Tugas kedua BMT selain mengurusi mesjid juga sebagai lembaga keuangan seperti pada umumnya, sehingga orang ke masjid tidak hanya akan menyumbang tetapi bisa menabung atau investasi.
Dalam BMT itu ada simpanan dan pembiayaan, simpanan wadiah atau titipan ( tanpa bagi hasil ) diantaranya simpanan dari uang masjid tadi, simpanan mudarabah ( simpanan bagi hasil ) yaitu simpanan nasabah ( jamaah ) seperti pada umumnya, dan simpanan musyrakah, yaitu simpanan investasi dimana dari simpanan ini untuk dijadikan unit usaha kerja sama.
Pembiayaan juga sama ada pembiayaan qardul hasan, yaitu pembayaan yang sifatnya bantuan, ini bisa berasal dari dana ZIS masjid, jadi sebenarnya ini peran masjid yang penanganannya dilakukan oleh BMT, pembiaya mudharabah yaitu pembiayaan dengan prinsip jual beli, dan yang berikutnya adalah musyarkah, yaitu pembiayaan berupa kerja sama usaha bagi hasil, dengan BMT bisa sebagai mediator, koordinator, ataupun sebagai pelaku kerja sama langsung.
Itu hanya pokok kegiatan usaha yang ada di BMT, produk lain tentu saja bisa dikembangkan sesuai dengan tuntutan pasar.
Baiklah, karena ketiga bagian dibawah pemberdayaan ummat ini cukup luas maka lebih baik kita lanjutkan disesi lain, karena ini akan becerita hubungan antara musyarakah dengan sektor riil, baik yang ada dibawah pemberdayaan ummat ataupun dari pihak lain.
Wassalam
Jumat, 15 Januari 2021
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Bapak Yusuf
Kalla pada Kongres Umat Islam setahun yang lalu di Pangkal Pinang, bahwa jumlah
masjid di Indonesia itu terbesar di dunia, ada sekitar 800.000 masjid, jumlah
ini menunjukkan bahwa potensi ummat Islam itu sangat besar, dilihat dari
valuenya saja bila satu masjid bernilai 100 juta, maka asset ummat islam dalam masjid
ini sudah lebih dari 80 T, lumayan besar bukan ?
Itu baru dari nilai asset, masid sebagai bangunan,
belum lagi bila dilihat dari masjid sebagai suatu Lembaga, tidak hanya sebagai Lembaga
dakwah, namun lebih luas sebagai Lembaga perberdayaan ummat, bila satu masjid dapat
membina minimal 100 orang di sekitarnya, maka selesai lah sudah persoalan lebih
dari separo umat Islam di Indonesia.
Potensi masjid sangat besar
Banyak sekali mesjid besar dan
sangat bagus namun berfungsi hanya sebagai tempat ibadah khususnya sholat dan ibadah ritual lainnya, padahal masjid dapat lebih
fungsional untuk potensi pemberdayaan ummat lainnya. Masjid tidak hanya
berfungsi selama sekitar 5 jam pada waktu sholat jamaah, padahal masjid
seharusnya dapat berfungsi selama 24 jam.
Pada waktu diluar waktu
sholat, hampir sebagian besar mesjid menutup diri, kamar mandi ditutup, bahkan
tempat sholatpun kadang juga ditutup, sehingga orang yang akan melaksanakan
sholat diluar waktu jamaah hanya dapat melaksanakannya di serambi masjid,
bahkan yang lebih parah lagi parkirpun ditutup, sehingga musafir tidak masuk ke
dalam rumahnya ini, kan masjid dimanapun
adalah rumah kaum muslimin.
Manajemen ini saya maksudkan
adalah memberdayakan
masjid sebagai pusat kegiatan seluruh ummat, orang musafir tidak perlu khawatir
apabila ketemu masjid pasti dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bisa istirahat,
bisa mandi, atau bahkan bisa makan dan lain-lain.
Demikian juga keperluan
lain, dari warga sekitar, apapun yang diperlukan akan dapat dipenuhi dari
masjid, siapapun yang melewati masjid dapat mengadukan seluruh keperluan
hidupnya disini, disamping kebutuhan istirahat dan lain-lain seperti diatas,
juga dapat memberdayakan para fakir miskin, apa sebenarnya masalah yang
dihadapinya, kalau masalah pekerjaan bisa dicarikan jalan keluar dari komunitas
sekitar masjid, kurang modal, kurang
aman, kurang nyaman dan sebagainya dapat semuanya dipenuhi dari masjid.
Pertanyaannya,
bagaimana bisa mesjid itu sangat powerfull seperti itu ?
Sangat banyak masjid pada setiap Jumat mengumumkan
posisi keuangannya, jumlahnya sangat banyak yang angkatnya jutaan, apakah para
donatur yang menyisihkan hartanya di jalan Allah itu hanya cukup sampai pada
untuk mengisi rekening mesjid ? tentu saja tidak kan diharapkan dana tersebut dapat segera di manfaatkan untuk se
besar-besar kepentingan ummat.
Saya yakin bila setiap
Jumat yang disampaikan bukan posisi saldo keuangan masjid, tetapi posisi
kinerja mesjid dalam rangka memberdayakan ummat sekitarnya, maka para donatur
akan lebih giat lagi menyisihkan dananya, karena karakter muslim Indonesia itu
sangat dermawan apalagi bila hal itu jelas dikaitkan dengan sesuatu kegiatan
yang menyangkut amal yang berdampak langsung nyata dan terlihat hasilnya, semua kita tahu sudah ada beberapa contoh masjid
yang dapat melakukannya dan, berhasil.
Bagaimana
manajemennya ?
Manajemen keuangan
jelas sudah ada konsepnya yaitu baitulmal, saat ini beberapa pemerintah daerah sudah mulai
menerapkan satu setiap masjid dengan satu bmt, dengan konsep ini makin nyatalah
manajemen sebuah masjid akan dapat semakin efisien, karena manajemennya
dikelola secara professional oleh BMT.
Manajemen BMT berbasis masid ini relative lebih aman,
karena apabila sekarang orang kurang yakin dengan
segala macam yang berhubungan dengan manajemen keuangan karena korupsi sudah
sangat membudaya dari tingkat terendah sampai ke tingkat tinggi, namun saya yakin
apabila dikaitkan dengan masjid masih sangat dapat dipercaya, segila-gilanya
koruptor masih berfikir dua kali apabila harus mengkorup uang mesjid, apabila
ada orang gila yang lebih gila dari orang gila pun jumlahnya pasti dapat
ditekan, karena bagaimanapun hati kecil pasti akan kecut bila dihadapkan dengan
yang namanya Tuhan.
Manajemen operasional, perberdayaan ummat berbasis
masjid
Kita mulai dari manajemen keuangan, saat ini kita
lihat manajemen keuangan masjid dikelola sendiri oleh DKM, bagaimana mengelola
keuangan masjid ini, kadang kita temui akuntansi yang salah, atau pengelolaan
yang salah, kita maklum karena pengelolaan itu ditangani secara sambilan, dan
mungkin oleh orang yang kurang memahami manajemen dan keuangan.
Bagaimana bila konsep BMT berbasis masjid, artinya ada
sebagian ruang di masjid yang disediakan untuk kantor BMT, dan operasional BMT
ini adalah full selama jam kerja dan hari kerja, sehingga extrimnya dalam DKM
sebuah masjid sudah tidak diperlukan lagi adanya bendahara, yang menjabat sebagai
bendahara ya manager BMT itulah.
Dari situlah mulai nampak efesiensi dan efektifitas
pengelolaan masjid, karena tidak diperlukan lagi ada kas harian, setiap
kepeluan ( harian ) masjid dapat ditangani langsung oleh BMT, kan BMT nya ada
di dalam masjid.
Lebih luasnya lagi, kas yang ada di BMT itu dapat
diberdayaakan untuk peningkatan ekonomi ummat, sehingga pembinaan UKM yang
sekarang dengan konsep pinjaman yang berlaku di bank, sehingga peminjam
diperlakukan seperti sapi perah, harus mengasilkan susu setiap hari ( bunga ),
dan apabila sudah tidak mengahsilkan lagi maka siap untuk di potong ( disita
agunannya ).
Dalam konsep BMT ini dapat membina UKM seperti
layaknya, cow boy menggembala ribuan sapi di padang yang luas, namun tidak boleh
ada satu sapipun yang menyimpang, begitu juga di BMT, UKM tidak diperlukan lagi
adanya agunan, diteliti konsepnya, buat Kerjasama secara musyarakah, dan setiap
BMT ada penggembala yang tidak hanya memonitor usaha UKM namun ikut terlibat
didalamnya.
Bagaimana kalau ada kendala ?
Karena adanya pendamping ini maka setiap perubahan
dapat diketahui dari awal, BMT itu badan hukumnya koperasi, dan koperasi itu
ada kewajiban Pendidikan kepada anggotanya, artinya disamping BMT itu
memberikan pembiayaan namun juga memberikan pendampingan pelatihan dan Pendidikan,
jadi UKM itu kemungkinannya hanyalah satu, lebih maju.
Detailnya masih sangat
banyak, tetapi intinya segala kegiatan posistif sebenarnya dapat dipusatkan di
mesjid, atau paling tidak mesjid sebagai pusat nya, apabila semua masjid sudah
dapat berlaku seperti ini, dan setiap ummat sudah menganggap mesjid adalah
sebagai rumah orang tuanya yang dapat memberikan jalan keluar bagi setiap
masalahnya, saya yakin dalam waktu singkat Indonesia menjadi negara yang sangat
makmur, tanpa harus banyak berteori, karena langkah ini diambil dari bawah dan
sangat nyata.
Tinggal saudara kita
ummat yang beragama lain melakukan hal yang sama, ummat Kristiani melakukan hal
ini terhadap gerejanya, ummat Budha terhadap viharanya, ummat Hindu terhadap
puranya, adil makmurlah Indonesia.