Rabu, 03 Maret 2021

RUKUN KEMATIAN MENCEGAH MATI SUSAH YANG HIDUP PUN GUNDAH

 



Siang itu Fulan terduduk dilantai, dipandanginya kosong daun pintu rumah yang terbuka lebar sehingga angin dari jalanan depan rumah lepas dengan santainya merayapi seluruh relung sudut rumahnya, yang dengan mudah dijangkaunya.

Hari itu cerita gunung Krakatau yang meletus sehingga membelah Jawa dan Sumatra terasa tidak begitu dahsyat, kabar cerita beberapa tahun yang lalu tentang tsunami yang meluluh lantakkan Aceh terasa tidak begitu terasa, yang sungguh dia rasakan hari itu adalah langit yang runtuh tepat di depan bola matanya, nanar matanya memandang kosong tanpa tujuan apa yang hendak dilihatnya.

Yang terlihat hanyalah Ibunya tercinta bersimpuh di sudut rumah, dikerubuti oleh beberapa ibu tetangga, tiga orang Bapak tetangga tengah sibuk membaca Yasin, yang semuanya terpecahkan oleh teriakan adik kecil Fulan,yang belum beranjak di usia ketiga, dia lari mengguncang pundak ayahnya, ayah akun mau main ail, begitu lidah cadelnya berteriak meminta ayahnya menyiapkan ember besar biasa dia bermain air di dalamnya.

Terlihat pak Samsul, tetangga sebelah rumah dengan ketegaran seorang militer, terlihat menggendong si kecil keluar rumah, yuk main iar sama oom saja ya, terdengar parau suara Pak Samsul, terlihat pipinya telah kuyup tertutup air matanya, si kecil menangis gak mau mau main sama ayah aja.

Seluruh yang hadirpun larut dalam kesedihan yang amat dalam, ayah yang sedari tadi masih tertidur di tengah ruangan pun tak bergeming sedikitpun, karena memang dia sudah tidak kuasa untuk bergerak, dia telah tiada memenuhi panggilan yang kuasa.

Itu keadaan di dalm rumah, bagaimana di luar rumah ?

Pak RW yang sudah sejak pagi sibuk kesana kemari, terlihat berkerut dahinya, ternyata banyak juga yang diperlukan untuk mengurus sorang jenazah, banayk yang harus dibeli dan banyak pula yang harus dibayar, lalu dari mana harus membayarnya, sementara menagih kepada tuan rumah dengan keadaan demikian sangatlah tidak mungkin.

Pak RW dan jajarannya kahirnya bersepakat untuk mengetuk setiap pintu anggota keluarga dalam RW tersebut, dengan satu tujuan agar jenazah dapat diurus dengan baik dan layak sehingga tidak  kepedihan keluarga.

Malam itu di rumah pak RW telihat berkumpun beberapa orang, pak sekretaris melaporkan bahwa untuk mengurus biaya pengurusan seorang jenazah ternyata memerlukan biaya yang tidak sedikit, 3 juta lebih katanya, sehingga ada baiknya mulai sekarang kita bentuk saja semacam paguyuban, dengan biaya patungan setiap keluarga 25 ribu sebulan atau 300 ribu setahun, maka diharapkan kejadian yang menimpa pak Fulan tidak akan terjadi lagi besok.

Seorang Bapak dengan cerdas menanyakan kepada pak Sekretaris, dari mana model paguyuban itu diperoleh, maka jawabnya saya melihat di Al-Muqorrobin masjid di Pondok Hijau Permai Bekasi, mereka melakukan hal itu dengan baik, dan koordinasi dilakukan setiap RT sehingga dapat di kolek dana dengan baik.

Mari kita ke Al-Muqorrobin besok, kata Bapak-bapak yang lain

Mari .....
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar